||JAKARTA||RADARPOST.ID ||Polemik mengenai Undang-Undang Hak Cipta kembali menjadi sorotan dalam acara Debat Terbuka: Aksi vs Visi yang digelar oleh FESMI dan PAPPRI pada Rabu, 10 April 2025 di Bagaspati Meeting Room, lantai 9 Artotel Senayan, Jakarta. Acara ini mengangkat topik “UU Hak Cipta” dan menghadirkan sederet musisi serta praktisi hukum yang dikenal luas di industri musik Tanah Air.
Musisi senior Ahmad Dhani membuka perdebatan dengan tegas menyatakan bahwa artis atau penyanyi tidak seharusnya menanggung kewajiban pembayaran royalti untuk lagu yang mereka bawakan di atas panggung. Menurutnya, hal ini telah diatur dalam Pasal 2, 3, dan 5 UU Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa pengguna karya adalah penyelenggara acara, bukan penyanyinya.
“Di luar negeri seperti di Australia dan Inggris, artis tidak pernah ditagih royalti. Mereka tampil, dibayar, selesai. Yang membayar royalti adalah promotor atau penyelenggara acara,” tegas Dhani, merujuk pada praktik yang ia pelajari dari lembaga royalti internasional seperti BRS dan APRA.
Sementara itu, Kadri Mohamad, yang juga dikenal sebagai penyanyi dan pengacara, mengingatkan perlunya harmonisasi antar pasal dalam UU Hak Cipta. Ia menyoroti pentingnya kejelasan hukum agar para pelaku seni tidak dibingungkan oleh multitafsir regulasi.
Musisi Piyu dari band Padi dan Jino, mewakili suara musisi aktif, mendukung pentingnya transparansi dalam distribusi royalti. “Kita harus memastikan bahwa pencipta lagu, musisi, dan semua pelaku pertunjukan mendapat haknya secara adil,” ujar Piyu.
Turut hadir dalam acara ini, musisi Badai, Royen Bono, dan Al Kadri, yang menyuarakan keresahan serupa terkait ketidakjelasan peran dan tanggung jawab hukum dalam praktik pemanfaatan karya musik di Indonesia.
“Musisi jangan selalu dijadikan objek hukum. Kita butuh perlindungan, bukan pembebanan,” kata Badai.
Sementara Ari Biasa, yang juga aktif sebagai pengamat kebijakan musik, menilai bahwa UU Hak Cipta perlu revisi agar relevan dengan ekosistem musik digital dan model pertunjukan masa kini.
Menutup diskusi, kuasa hukum Minola Sebayang menyatakan dukungan terhadap perlindungan hak cipta, namun menegaskan pentingnya batas yang jelas antara hak pencipta, hak pengguna, dan hak performer. “Kita harus pastikan regulasi tidak tumpang tindih dan bisa ditegakkan secara konsisten,” ujarnya.
Acara ini menjadi ruang dialog konstruktif yang mempertemukan berbagai pandangan, dan menghasilkan satu harapan bersama: pemerintah harus segera meninjau ulang implementasi UU Hak Cipta agar lebih berpihak pada keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh pelaku industri
